Mercusuar

Mercusuar

Minggu, 22 Februari 2015

Tangis

 “a banguuun, udah jam 5 ini. Katanya take-off jam 8.30?”
Suara Novita melenyapkan kesunyian pagi di ruangan berukuran 4x5 meter itu. Sembari menarik selimut ia berusaha membangunkan suaminya, Farhan. Sudah empat tahun usia pernikahan Farhan dan Novita, mereka dikaruniai seorang putra yang baru seminggu lalu menginjak usia 3 tahun, Pasha namanya.

Selepas lulus dari jurusan Teknik Geologi Universitas Diponegoro 6 tahun lalu, Farhan dapat kesempatan bekerja di perusahaan tambang batubara yang ada di Kalimantan Timur, sekarang ia menjabat sebagai manager engineer di perusahaan tersebut. Sedang Novita saat ini bekerja sebagai akuntan di salah satu perusahaan di Serpong, tak jauh dari rumahnya.
Hari ini hari terakhir Farhan di rumah setelah dua minggu dapat jatah cuti rutin. Seperti pada umumnya perusahaan pertambangan, demi menjaga keharmonisan keluarga para karyawan diberi jatah cuti yang lebih banyak daripada perusahaan yang bergerak di bidang lainnya.  Sistem cuti di perusahaan dimana Farhan bekerja adalah dua bulan bekerja dan dua minggu cuti, jadi setelah dua bulan bekerja para karyawan diberi kesempatan untuk kembali ke rumah dan berkumpul bersama keluarga selama dua minggu, ditambah dengan cuti tambahan selama 12 hari dalam satu tahun.

Di tengah kesibukannya sebagai akuntan, Novita tak lupa dengan tugas utamanya sebagai ibu rumah tangga. Melihat Farhan bergegas ke kamar mandi, Novita segera meluncur menuju dapur untuk memasak dan menyiapkan sarapan. Usai memasak, Novita menyiapkan segala keperluan yang akan dibawa suaminya kembali ke pulau Borneo. Ia berpacu dengan waktu, berpindah dari satu ruangan ke ruangan lainnya mengumpulkan semua keperluan suaminya, ia memasukkan ke dalam koper pakaian yang sudah disetrika semalam sebelumnya, memasukkan kunci rumah cadangan dan tiket pesawat ke dalam tas kecil suaminya, menyiapkan camilan sampai menyiapkan jamu herbal jika sewaktu-waktu suaminya masuk angin ketika sedang bekerja di sana. Rasa-rasanya Novita adalah orang paling sibuk di dunia pagi itu.

“a aku anterin ke bandara ya?” tawar Novita ketika mereka masih duduk di meja makan beberapa saat usai sarapan.
“gak usah Mah, kamu kan masuk kerja jam 8. sekarang udah jam 6.15, nanti kamu telat biar aku naik taksi aja.”
“tapi kan...”
“ssstt..gak usah ada tapi-tapi.”
Belum juga Novita selesai berbicara, Farhan langsung menjawab sambil menempatlkan jari telunjuknya secara vertikal di bibir Novita.
Mendengar itu, Novita tak bisa berbuat apa-apa. Ia pun menuruti permintaan suaminya, padahal sebelum sarapan Novita sudah memanaskan mesin mobil yang ada di garasi.
Beberapa menit kemudian taksi datang, semua barang-barang yang akan dibawa dimasukkan ke dalam bagasi. Tepat di depan gerbang rumah, Farhan berpamitan pada Novita dan Pasha, Ia mencium kening dan memeluk mereka satu per satu.

********

Novita dan Farhan menjalani Long Distance Relationship dengan sangat baikmereka tak pernah luput sehari pun untuk berkomunikasi. Berkomunikasi lewat Whatsapp, telpon, skype, dan tentunya berkomunikasi lewat doa.
Hari ini tepat 25 hari setelah Farhan meninggalkan rumah pagi itu, hari ini juga tepat tiga hari sebelum ulang tahun ke-26 Novita.
“a tiga hari lagi bisa pulang gak ke rumah?” tanya Novita pada Farhan melalui telpon.
“emangnya ada apa, Mah?”
Novita tertegun sejenak, jawaban yang berbentuk pertanyaan dari Farhan itu membuat lidahnya kelu. Ia tak menyangka bagaimana bisa untuk pertama kalinya dalam 7 tahun terakhir Farhan melupakan salah satu hari spesial di hidupnya. Tetapi ia mencoba untuk berpikir positif, mungkin Farhan sedang sibuk dengan urusan kantornya sehingga lupa tentang ini.

“tiga hari lagi ulang tahun aku a, bisa kan ambil sebagian cuti yang 12 hari itu buat merayakan ultah aku sambil berlibur di Lombok?”
Dengan nada tinggi Farhan menjawab “apa Lombok?!! Kamu kok sekarang kayak anak kecil Mah minta yang aneh-aneh. Inget Pasha udah mulai gede. Kita harus siapkan dari sekarang biaya buat masa depannya. Kamu kan bisa ngitung, daripada buat ke Lombok masih mending uangnya masuk tabungan!”
Novita terdiam seakan masih tak percaya apa yang baru saja ia dengar. Ia rasanya ingin menjawab ‘a kalau alasannya cuma karena uang, pakai uang aku aja. Tabungan aku juga udah lebih dari cukup buat berlibur ke Lombok bertiga.’ Namun Novita tak jadi mengatakan itu, karena ia tak mau menyakiti hati suaminya.

Dari awal menikah, Farhan tak pernah tahu dan tak pernah mau tahu jumlah tabungan Novita. Karena Farhan yakin dalam Islam, suami tak punya hak sepeserpun dari hasil kerja keras istri, sementara istri punya hak terhadap hasil jerih payah suami dan suami wajib memenuhi segala kebutuhan sang istri.
“tapi bisa ambil cuti tambahan dan pulang kan a?” Novita kembali bertanya.
“aku lagi sibuk banget Mah. Harga batubara lagi jatuh, perusahaan harus muter otak biar gak rugi. Jadi kali ini aku gak bisa pulang. Gak usah ada pertanyaan lain lagi oke, kamu sekali-kali ngerti dong kerjaan aku!” cetus Farhan.
‘tuuuut...’ Novita menutup telpon tanpa sepatah kata pun, matanya berkaca-kaca. Ia tak percaya Farhan yang selama ini lembut kepadanya seketika menjadi garang. Jawaban-jawaban Farhan seakan merubah kepercayaannya tentang Farhan yang lembut dan penyayang.

Novita paham betul dengan pekerjaan suaminya sebagai manager engineer, akan tetapi Novita tak bisa menyembunyikan kekecewaannya. Sejujurnya ia tidak terlalu kecewa karena Farhan tak mengabulkan permintaannya untuk berlibur ke Lombok, tetapi ia sangat kecewa karena Farhan tak bisa pulang. ini pertama kalinya Farhan tak ada di hari ulang tahun Novita, dulu semenjak pertama kali menjalin hubungan 7 tahun lalu sampai menjadi suami. Sesibuk apapun Farhan, ia selalu menyempatkan hadir di hari ulang tahun Novita. Bahkan dulu Farhan rela membatalkan keikutsertaannya di program student exchange ke Korea hanya untuk mudik ke Cilegon dan mengucapkan selamat ulang tahun secara langsung kepada Novita di Lippo Karawaci.

********

Di hari ulang tahunnya, Novita bangun pukul 5.15 pagi. Sebelum beranjak dari tempat tidur ia sejenak membuka handphonenya. Ia menjumpai puluhan pesan masuk, pesan dari teman satu kantor, teman satu sekolah, teman satu kampus dan juga dari sahabat-sahabat terdekatnya, yang kesemuanya sama memberi selamat ulang tahun pada Novita. Beberapa menit kemudian terdengar nada pesan Whatsapp masuk.
“Mah selamat ultah.” Pesan Whatsapp Farhan pada Novita.
Membuka pesan itu, Novita kembali terhenyak. Tak ada kata-kata romantis, tak ada doa, tak ada harapan apalagi kado. Yang ada hanya kalimat sederhana, yang bahkan lebih sederhana dari ucapan ulang tahun teman semasa SD Novita. Ditemani tetesan-tetesan yang mengalir deras dari pelupuk mata ia mencium kening Pasha yang masih belum terbangun di sampingnya. seakan berkata "Pasha, ayahmu telah berubah."

Pagi itu Novita bergegas menuju kantor, seperti biasanya sebelum ke kantor ia singgah terlebih dahulu ke rumah orang tua Novita, yang hanya berjarak 5 km dari rumahnya untuk menitipkan Pasha selama ia bekerja. Sesampainya di rumah orang tua Novita, ia ternyata diajak orangtuanya untuk makan malam di Summarecon Mall setelah Novita pulang kerja, sekaligus akan ada perayaan kecil-kecilan di hari ulang tahun Novita. Novita lantas mengiyakan, karena ia juga ingin menceritakan kejadian yang menimpanya akhir-akhir ini kepada orang tuanya.

Sore pukul 4.30 Novita pulang dari tempat kerja. Ia tidak langsung menuju rumah orang tuanya, ia memilih untuk pulang ke rumah terlebih dahulu untuk mengganti pakaian. ia melajukan mobilnya di tengah aliran mobil-mobil lain yang hanya bergerak 5 km per jam. Setelah berjuang hampir satu jam melawan kemacetan kota Serpong sore itu, akhirnya ia sampai di rumah. Novita memarkir mobilnya tepat di depan gerbang rumah. Ia membuka gembok gerbang rumah, perlahan membuka gerbang dan menuju pintu. Setelah membuka kunci pintu rumah, ia menyalakan lampu rumahnya.

Sejenak ia duduk di sofa depan tv dan mencopot hijabnya yang berwarna merah marun, ia kembali mengecek handphone. Akan tetapi tak ia jumpai pesan atau panggilan masuk dari Farhan pun dengan pesan dari kurir pengiriman barang, yang menurut pikirnya akan mengantarkan kado dari Farhan. Kemudian dengan raut muka yang kusut Novita mengarahkan pandangannya pada plafon rumah bercat putih berhiaskan ukiran-ukiran gypsum, entah apa yang ada di pikiran Novita kala itu.

Novita bergegas menuju kamar untuk mengganti pakaian, ia membuka pintu kamar secara perlahan lalu menyalakan lampu kamar. Ketika Novita mengarahkan pandangannya pada tempat tidur, Novita kaget bukan kepalang, ia menjumpai sosok laki-laki yang sedang duduk dan menatap matanya. Ia hampir saja berteriak sekencang-kencangnya untuk meminta tolong, akan tetapi satu detik kemudian ia sadar bahwa sosok laki-laki itu adalah Farhan, suaminya.
Novita hanya berdiri mematung, ia masih tak percaya seseorang yang ada di depannya adalah Farhan. Farhan lalu tersenyum, ia beranjak dari tempat tidur, ia berjalan perlahan menuju Novita dengan tatapan mata yang amat dalam. Kemudian Farhan meraih tangan Novita, dengan lembut mengelus rambut Novita dan mencium kening Novita, Novita masih berdiri mematung tanpa reaksi apapun. lalu, Farhan memeluk Novita erat-erat seraya berbisik.
“sayang, aku tak akan mungkin melewatkan hari spesial ini begitu saja tanpamu. Aku akan melakukan apa saja untuk membuatmu bahagia. Selamat ulang tahun, semoga semuanya menjadi lebih baik.”
Mendengar itu hati dan jiwa Novita bergetar, tak terasa airmata membasahi pipinya, sekaligus membasahi pundak Farhan.
“maafkan atas sikapku 3 hari ini, aku tak sungguh-sungguh ingin membuatmu bersedih. Aku hanya ingin memberikan sesuatu yang berbeda.” Farhan melanjutkan.
Masih dalam dekapan Farhan, sambil terisak Novita menjawab “iya a, makasih buat kejutannya. Maafin aku juga udah berburuk sangka.” Novita semakin erat memeluk Farhan.
5 menit kemudian...
“Mah, aku ada sesuatu buat kamu.” Sambil menunjukkan sebuah amplop. Novita membuka amplop itu, dilihatnya tiket pesawat pulang pergi Jakarta-Lombok untuk bertiga.

Ternyata dugaan Novita selama ini salah. Tak ada yang berubah semenjak mereka menjalin hubungan 7 tahun lalu. Bahkan saat menjadi suami, Novita merasakan kasih sayang yang berlipat dari Farhan. pun dengan treatment Farhan ketika Novita berulang tahun. Bedanya dulu ketika belum menikah mereka hanya sekadar merayakan dan bertemu di tempat ramai tanpa ada sentuhan sedikit pun, apalagi sampai ada ciuman di kening Novita.

Farhan semakin mensyukuri dianugerahi seorang bidadari bernama Novita, yang tingkat ketaatan dan kesabarannya tak perlu lagi diragukan. Bagi Farhan puncak kebahagiaan bukanlah ketika ia bisa meraih impian-impiannya, akan tetapi puncak kebahagiaan baginya adalah ketika ia bisa membahagiakan orang yang ia sayangi, Novita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar