sumber gambar:
Di sebuah gedung 5 lantai sedang diadakan acara
pengenalan jurusan kepada siswa-siswi SMA Se-Banten oleh Keluarga Mahasiswa
Banten Seluruh Indonesia. Acara ini dikemas dengan sangat menarik, di
tengah-tengah aula gedung yang berukuran 3000 meter persegi itu terdapat
panggung yang cukup megah. Di panggung tersebut acara inti dilaksanakan, yaitu
tiap-tiap perwakilan Universitas melakukan presentasi mengenai kampusnya. Tak
lupa pula panitia mengundang beberapa artis terkenal dan motivator untuk
mengisi acara, agar audience tidak
bosan. Di tiap lantai gedung terdapat stand-stand
yang digunakan sebagai basecamp
tiap perwakilan Universitas untuk melakukan pengenalan lebih jauh kepada
siswa-siswi SMA dengan cara tanya jawab atau pembagian brosur. Di lantai 2 gedung
ada stand UI, ITB, UGM, Unpad, Unand, dan Unsri. Tujuan resmi acara ini yaitu
untuk mengenalkan berbagai macam jurusan di perguruan tinggi kepada siswa-siswi
SMA agar mereka tak salah pilih jurusan. Tujuan tak resminya? Salah satunya
sebagai ajang pencarian jodoh!
Saras menculik Dirga dari stand Unpad, ia membawa atau lebih tepatnya menyeret Dirga menuju stand UI.
‘ishh ada apa sih Ras? Jangan nyeret-nyeret gue gini
dong.’
‘udah diem lu Dir, gue mau kenalin lu sama temen
gue’. Timpal Saras dengan tangan yang masih mencengkram kuat almamater Dirga.
‘aih gak usahlah gue masih pengen sendiri..’
‘jangan banyak bacot, cantik banget orangnya lu
pasti suka.’
Dirga hanya bisa pasrah dengan kelakuan Saras, ia
tak bisa berbuat apa-apa bak kerbau yang dicucuk petani untuk membajak sawah.
Sesampainya di stand UI Saras dengan
segera mengenalkan Dirga kepada Vini.
“Vin kenalin ini Dirga, anak FK Unpad semester 6.
Bentar lagi skripsi.”
‘Hai Vin..ni..’ dengan nada yang agak canggung Dirga
menyapa kemudian menawarkan tangannya yang sedikit gemetar itu kepada Vini.
‘Hai Dirga..’
Dirga dan Vini berjabat tangan dan saling melempar
senyum.
Pertemuan itu menjadi awal cerita antara Dirga dan
Vini. Dirga mahasiswa berkacamata tebal semester 6 FK Unpad asal Cilegon, sudah
21 tahun menjomblo. Vini mahasiswi semester 6 Manajemen UI asal Tangerang, baru
dua minggu lalu memutuskan pacarnya yang ketahuan menjadi simpatisan organisasi
LGBT, dan tertangkap basah berciuman dengan sesama lelaki di taman dekat danau
kenanga UI. Sementara Saras merupakan teman satu kelas Dirga di SMA, sekaligus
teman satu kelas Vini di kampus. Saras yang berkarakter sangunisis melankolis
ini sangat tertantang untuk membuat sahabatnya, Dirga yang sudah 21 menjomblo
agar menjalin kasih dengan Vini, yang juga sahabatnya.
Beranjak dari pertemuan itu Dirga dan Vini
memutuskan untuk saling mengenal dan berteman baik. Jarak Jatinangor Depok
menyebabkan mereka lebih intens berkomunikasi lewat aplikasi chatting, meskipun sesekali mereka
bertemu jika sedang libur semester. Setelah beberapa bulan Dirga dekat dengan
Vini benih-benih cinta mulai tumbuh di diri Dirga, cinta pertama dalam hidup
Dirga.
Dirga merupakan anak semata wayang, sejak kecil
dididik oleh orang tuanya dengan sangat ketat, jika tidak ingin dibilang
terisolir. Pekerjaan sehari-hari ia sejak kecil hanya seputar belajar, les mata
pelajaran, les olimpiade, les musik, renang di rumah, dan bermain game di akhir
pekan. Ia tak punya waktu banyak untuk bersosialisasi dengan teman-teman
sebayanya, ia tak pernah jatuh cinta, yang ada dipikirannya hanya buku, buku
dan buku. Ketika ia tumbuh dewasa, ia tumbuh sebagai anak yang sangat cerdas
dengan prestasi akademik yang sangat gemilang. Meskipun begitu ia sedikit
berbeda dengan teman-temannya, ia cenderung tertutup, pemalu, pendiam, dan
tidak percaya diri ketika tampil di depan orang banyak.
Dirga yang masih sangat amatir untuk urusan
percintaan, tidak begitu tahu kiat-kiat agar sukses dalam pendekatan. Ia tampil
sebagai pria yang membosankan dan terlalu serius, berbeda 180 derajat dengan
kriteria pria impian Vini.
Selepas Dirga dan Vini menyelesaikan pendidikan
mereka, Dirga kini bekerja di rumah sakit besar nasional di Jakarta Pusat,
sedang Vini dan Saras bekerja di perusahaan yang sama, di perusahaan perbankan
asing di Jakarta Selatan.
**************
Setelah beberapa tahun Dirga dekat dengan Vini,
Dirga tak kunjung menyatakan perasaannya. Selalu ada seribu satu alasan untuk
tidak jadi menyatakan perasaannya kepada Vini, hingga ia terjebak friendzone dengan Vini. Posisi friendzone membuat Dirga hanya sebagai
teman keluh kesah atau lebih cocoknya pelarian ketika dibutuhkan, pelarian
ketika Vini disakiti oleh pria-pria yang pernah menjadi kekasihnya. Sebenarnya
Vini bukannya tidak peka terhadap perasaan yang disimpan Dirga, ia tahu sejak
pertemuan beberapa tahun lalu itu Dirga menyukainya, ia tahu betapa Dirga
sangat memperjuangkannya dengan selalu menuruti permintaannya, selalu memberi
kado terbaik di ulang tahunnya, selalu ada ketika dibutuhkan, tetapi apa boleh
buat Dirga tidak begitu menarik untuk dijadikan kekasih apalagi dijadikan
pasangan hidup, pikirnya.
Di penghujung tahun 2013, Vini mengajak Dirga untuk
menikmati malam tahun baru di pantai Anyer. Vini ingin kembali bercerita kepada
Dirga kalau ia dua hari yang lalu baru saja diputuskan pacarnya, sekalian ingin
agar di malam tahun baru tetap ada seseorang yang menemaninya.
31 Desember 2013 Pukul 13.00, Dirga melajukan mobil Xenia
bututnya dari Cilegon menuju rumah Vini di Tangerang. Setelah menjemput Vini,
Dirga langsung kembali ke arah barat melalui jalan tol Jakarta-Merak menuju
Anyer. Pukul 17.30 mereka terjebak macet di jalan Cilegon-Anyer.
‘Dir, ini mobil lu kok AC nya gak kerasa dingin, udah
maximum tapi tetep aja kerasa panas!’
‘maklum lah Vin ini mobil udah lama, generasi
pertama Xenia muncul di permukaan.’
‘yaudah matiin ACnya, buka kaca aja!’
Vini dengan sewot membuka lebar-lebar kaca mobil
Dirga, sementara Dirga hanya tersenyum melihat tingkah laku orang yang ia
cintai lalu tetap fokus memegang kemudi.
Pukul 19.30 mereka sampai di Anyer. Dirga memilih
pantai yang tidak jauh dari Mercusuar Anyer, dari tempat parkir terlihat
panggung yang cukup gemerlap dengan lampu-lampunya. Di depan panggung tersusun
rapi 40 meja payung dengan dua kursi yang saling berhadapan. Kabarnya panitia mengundang
Pas Band untuk memeriahkan malam tahun baru. Dirga memilih pantai VIP untuk
melewati malam tahun baru kali ini, karena ia ingin malam tahun baru ini
menjadi momen spesial di hidupnya. Pukul 22.00 pantai semakin ramai,
kursi-kursi sudah dipenuhi pasangan muda mudi dan beberapa pengantin baru yang
sedang honeymoon. Pun dengan Dirga
dan Vini yang sudah sedari tadi duduk di meja yang dipesan.
‘Dir, lu tahu gak gue dua hari lalu diputusin sama
pacar gue...’
‘iya gue tahu kok Vin.’ Jawab Dirga singkat.
‘loh kok lu bisa tahu? Gue kan belum cerita ke
siapa-siapa!’
‘gue liat kamu hapus status nama cowokmu di bbm,
hapus foto-foto berdua di ig, path, facebook, dan twitter.’
‘astaga lu se-kepo
itu ternyata!’
‘....................’
Dirga menelan ludah lalu terdiam. Ia baru sadar
bahwa yang baru dikatakannya itu salah, ia baru sadar kalau yang dikatakannya
ini bisa saja membuat Vini risih. Dirga sudah bertahun-tahun menyukai Vini akan
tetapi masih saja tidak naik kelas dalam hal pendekatan dengan Vini.
‘Vin, liat deh bulannya terang banget ya!’ Dirga
mencoba mengalihkan topik pembicaraan, lalu menunjuk-nunjuk ke langit yang mendung
itu.
‘mana bulannya terang? Ketutup awan gitu! Lain kali
kalo mau ngomong gitu liat dulu bulannya baru ngomong.’ Jawab Vini sedikit
kesal.
Dirga langsung memasang muka tembok, ia semakin malu
dan memalukan saja di hadapan orang yang ia kasihi. Pertama ia sudah ketahuan
selalu stalking Vini, kedua ia sudah
salah mengalihkan topik pembicaraan. Setelah itu mereka hening beberapa menit,
Vini sibuk dengan gadget-nya sembari
menikmati kelapa muda di hadapannya, sedang Dirga fokus menonton aksi panggung
Pas Band dan sesekali curi pandang pada Vini.
‘Vin gue boleh ngomong sesuatu gak?’ Dirga memecah
keheningan di antara mereka.
‘yauda ngomong aja!’
‘vinn.. vinn ma..u ga..k..’ suara Dirga tiba-tiba
terbata-bata diiringi cucuran keringat dingin di sekujur tubuhnya.
‘mau apa dirgaaaa??’
Keadaan kembali hening beberapa saat, kemudian Dirga
menarik napas dalam-dalam dan berkata secepat kilat.
‘VIN GUE SUKA SAMA KAMU, KAMU MAU GAK JADI PACAR
GUE???.. huh huh huh’ terdengar jelas napas Dirga tersengal-sengal setelah
mengatakan itu. akhirnya setelah bertahun-tahun tak kunjung menyatakan, ia
berani menyatakan juga.
Mendengar itu seketika Vini ternganga dengan mata
yang bulat sempurna, terlihat lembaran kecil kelapa muda yang tak jadi dikunyah
dan menggantung di bibir manis Vini. Ia tak menyangka kalau malam ini ia akan
ditembak Dirga. Ia bingung harus menjawab apa, di satu sisi ia tidak punya
perasaan apa-apa terhadap Dirga, di sisi lain ia tak enak hati jika menyakiti
hati Dirga yang sudah sangat baik kepadanya. Vini berpikir serius mengenai
keputusan apa yang akan ia ambil. Lima menit kemudian.
‘iya Dir gue mau.’
‘SERIUSSSS??’
‘iya Dirgaaaa.’ Diikuti senyum manis Vini, senyum
yang sebenarnya bukan berasal dari hati.
Dirga senang bukan kepalang mendengar itu, akhirnya
ia jadian juga dengan orang yang ia sayangi. Vini terpaksa menerima cinta
Dirga, ia merasa kasihan dengan Dirga. Ia ingin sekali-kali membalas kebaikan
Dirga selama ini.
****************
Menjalani hubungan tanpa rasa dengan Dirga membuat
Vini tak merasakan kebahagian barang secuil. Sudah tiga bulan hubungan mereka
berjalan, Dirga tetaplah Dirga pria yang tidak kreatif dan membosankan dalam
urusan percintaan. Pekerjaan Dirga selama pacaran hanya sebatas antar jemput
Vini dari rumah yang baru saja Vini beli di daerah Ciputat menuju kantor Vini
di bilangan Pondok Indah, Dirga tak ubahnya sopir pribadi Vini. Vini sengaja
membeli rumah di Ciputat dan tinggal sendirian, karena jika harus pulang pergi ke
kantor dari rumah orang tuanya di Tangerang tentu menguras waktu banyak. Vini
sejak SMA sudah tidak pernah lagi menyetir mobil, ia trauma ketika kecelakaan
yang ia alami merenggut nyawa sahabatnya yang duduk di sampingnya. Sebelum ia
jadian dengan Dirga, Ia lebih memilih menggunakan taksi atau menumpang mobil
teman untuk menuju kantor.
Dirga terlalu posesif terhadap Vini, hampir tiap 10
menit sekali Dirga selalu mengirim chat menanyakan hal-hal kurang penting
mengenai Vini, dan ia selalu meng-update
setiap kegiatannya di Rumah Sakit yang tak jarang hanya di-read saja oleh Vini, atau kalaupun dibalas Vini hanya membalas
‘oh..’ ‘iya’ ‘udah’ ‘belum’ dan ‘yaudah’ saja.
Vini perempuan sosialita masa kini yang punya banyak
sekali relasi dan teman lelaki yang berkelas. Ia sangat menjaga reputasi
sebagai eksekutif muda, ia tidak ingin martabatnya jatuh di mata rekan-rekan
satu kantornya karena hal-hal sepele, semisal ketahuan diantar menuju kantor
dengan mobil Xenia butut milik Dirga.
Hari ini hari senin 1 April 2014 pukul 7.00, seperti
biasa Dirga menjemput Vini di rumahnya di Ciputat, masih dengan mobil Xenia
bututnya. Setelah terjebak kemacetan yang tidak terlalu parah pukul 7.45 mereka
sampai di kantor Pajak Jakarta Selatan, 50 meter sebelum kantor Vini.
‘hupp hupp sini ajaaaa!!!’ teriak Vini pada Dirga.
‘..............’ dengan seketika Dirga menginjak rem
dalam-dalam, mobil berhenti dan keduanya sedikit terpental ke depan.
‘kenapa sih kamu? Biasanya juga drop di sini kan!’
dengan nada kesal.
‘iya sayang sorry, aku lupa nge-rem.’ Jawab Dirga dengan
sangat bersalah.
‘kalo kamu mau nganterin aku masuk ke kantor, ganti
dulu mobilnya sama yang baru sama yang bagus. Alphard kek minimal.’ Ujar vini
ketus.
‘..............’ Dirga hanya terdiam dan membalas
dengan senyuman.
‘yaudah aku ke kantor dulu, makasih.. bye.’
‘iya sayang, hati-hati.’
Dirga laki-laki yang sangat penyabar, ia tidak
merasa sakit hati meskipun pacarnya berkali-kali bermulut tajam kepadanya.
Dirga bukannya tidak mampu untuk membeli mobil baru yang lebih bagus dari Xenia
bututnya, ia berkali-kali ditawarkan oleh ibunya untuk membeli mobil baru.
Tetapi Dirga selalu menolak, Ia nyaman dengan mobil Xenia hadiah dari almarhum
ayahnya karena Ia masuk SMA favorit. Ia merasa sudah sangat merepotkan
orangtuanya. Maka sekaranglah gilirannya mandiri dan terbebas dari finansial
orang tua, ia berencana membeli mobil baru ketika tabungannya sudah cukup.
Vini meskipun sudah menjadi pacar Dirga, ia tetap
berkenalan dan dekat dengan banyak lelaki. Ia tidak ada rencana untuk
menjadikan Dirga sebagai pasangan hidupnya, mempunyai hubungan dengan Dirga ia
anggap sebagai ajang balas budi. Kalau nanti balas budinya sudah impas dan
waktunya sudah tepat ia akan meninggalkan Dirga.
**************
Kali ini Vini dekat dengan Alan, putra komisaris
utama perusahaan tempat ia bekerja sekaligus atasan Vini di kantor. Alan
eksekutif muda, kaya, ganteng dan keren dengan muka indo, yang nampaknya akan
membuat perempuan manapun jatuh hati padanya. Alan melakukan pendekatan dengan
cara yang sempurna, kemampuannya dalam hal menarik hati perempuan tidak
diragukan lagi. Namun, bagi pegawai yang sudah bekerja lama di perusahaan
tersebut. Alan mempunyai track record
buruk sebagai lelaki, ia dikenal sebagai playboy dan penebar benih.
Selentingan-selentingan mengenai track
record Alan sudah pernah Vini dengar dari teman-teman sekantor, bahkan
Saras sudah berkali-kali mewanti-wanti Vini, namun Vini tak percaya. Ia anggap
teman-teman sekantornya hanya biang gosip yang iri melihat kedekatan Vini
dengan atasan mereka.
Sudah dua bulan Vini dekat dengan Alan, sudah lima
bulan jua Vini pacaran dengan Dirga. Vini semakin dekat dengan Alan, di mana
setiap weekend selalu jalan berdua.
Sebaliknya, Vini mulai menjauh dari Dirga. Sudah sebulan terakhir Dirga diminta
untuk tidak mengantar atau menjemput Vini lagi. Sebulan terakhir Vini selalu
menumpang mobil Alan untuk pergi dan pulang kantor.
Dirga mulai menyadari perubahan tingkah laku Vini,
pertama Vini sebulan terakhir sudah tidak ingin diantar jemput olehnya, dan
kedua chat Alan tidak pernah dibalas lagi meskipun dengan jawaban sepanjang
‘oh’ ‘belum’ dan ‘udah’. Kalaupun dibalas perlu waktu seminggu atau bahkan
lebih untuk Vini membalasnya.
Dirga mulai menyadari ada perubahan ‘drastis’ pada
diri Vini, ia mencari tahu apa yang menyebabkan Vini berubah. sampai akhirnya
Dirga tahu dari Saras kalau Vini saat ini sedang dekat dengan Alan.
Saras merasa kasihan pada Dirga, ia tahu betul kalau
selama Vini pacaran dengan Dirga, Vini hanya bermodal belas kasihan. Namun
Saras tak sampai tega untuk mengatakannya langsung kepada Dirga mengenai hal
itu, ia lebih memilih untuk membuat Dirga mengetahui dengan sendirinya.
Sabtu 7 juni 2014, Dirga mendapat info dari Saras
kalau malam ini Vini akan jalan berdua dengan Alan di salah satu diskotek di
bilangan Kemang. Dirga menyusun rencana untuk melabrak Vini. Pukul 20.00 Dirga
membuntuti mobil Land Cruiser milik Alan. sesampainya di Diskotek Black Magic,
Alan dan Dirga memarkir mobil masing-masing. Dirga mengintai dari dalam mobil,
Alan dan Vini keluar dari mobil menuju lobi Diskotek. Mereka berjalan
bergandengan tangan dan begitu mesra. Dirga buru-buru keluar mobil dan menyusul
mereka.
‘Viniiii!!!’ tak biasanya Dirga memanggil Vini
dengan nada setinggi ini.
‘.............’ Vini dan Alan menoleh ke arah Dirga,
Vini terkejut sementara Alan menatap Dirga dengan tatapan bingung.
Dirga mendekati Vini dan menghadap Vini, kini wajah
Vini dan wajah Dirga hanya berjarak 40 cm.
‘ke mana aja kamu? Chat aku gak pernah dibales,
telponku gak pernah diangkat!’ ujar Dirga, masih dengan nada tinggi.
Mendengar itu, Vini bukannya merasa bersalah ia
malah naik pitam. Emosinya meledak kemudian berkata.
‘apa? Chat? Telpon? Hey lu kira lu itu siapa??’ dengan
nada tinggi seraya menunjuk-nunjukkan jari telunjuknya di hidung Dirga.
‘......................’
‘Inget satu hal Dirga gue gak pernah mencintai lu,
gue nerima lu karena gue kasihan sama lu, sekarang kita putus!’ dengan jari
telunjuk Vini yang kini berpindah menunjuk-nunjuk kening Dirga.
‘.....................’
‘mulai sekarang jangan pernah hubungi dan temuin gue
lagi, pergi dari hidup gue!’ diikuti dorongan jari telunjuk Vini di kening
Dirga, sehingga membuat kepala Dirga sedikit terpental ke belakang.
Kemudian Vini meninggalkan Dirga, Alan tersenyum
kecut kepada Dirga. Mata Dirga mulai berkaca-kaca. Kata-kata Vini merobek hati
Dirga, dorongan jari telunjuk Vini di keningnya membuat harga diri Dirga
sebagai lelaki hancur. Hati Dirga pecah berkeping-keping dengan sakit
sesakit-sakitnya. Ia tak menyangka Vini menerimanya hanya karena kasihan. Ia
tak menyangka Vini bisa sekasar itu, ia bergegas meninggalkan Diskotek. Malam
itu ia merasakan kemalangan yang luas biasa.
Semenjak kejadian malam itu, Dirga benar-benar
melenyapkan diri dari hidup Vini. ia ingin menghilangkan semua kenangan bersama
Vini. Saat ini ia sudah tidak lagi bekerja di Rumah Sakit di Jakarta Pusat, ia
mengambil pendidikan spesialis di Cambridge University sekaligus bekerja di
salah satu Rumah Sakit di kota Cambridge, Inggris.
*************
Mempunyai hubungan dengan Alan membuat Vini
merasakan kebahagiaan yang tak pernah ia rasakan sebelumnya, ia merasa hidupnya
sempurna dengan keberadaan Alan. Vini yakin Alan adalah jodoh yang dipilihkan Tuhan
untuknya, apalagi tanda-tanda untuk itu semakin nyata karena mereka berzodiak
sama, bergolongan darah sama, mempunyai hobi yang sama, dan karakter yang
hampir sama. Meskipun Vini bahagia dengan Alan, Alan membawa pengaruh sangat
buruk terhadap Vini. Vini saat ini menjadi perokok aktif, pecandu alkohol dan
narkoba jenis sabu. Setahun Vini berpacaran dengan Alan, selama itu pula ia
rutin merokok serta mengkonsumsi alkohol dan sabu, sehingga membuat
kesehatannya menurun.
Sampai suatu saat, ketika Vini pulang ke Tangerang
ia ditemukan di kamarnya muntah darah dengan pergelangan kaki dan perut yang
membengkak. Orang tua Vini segera melarikan Vini ke Rumah Sakit di daerah
Karawaci, Tangerang. Hasil pemeriksaan dokter ia didiagnosis mengidap Sirosis
Hepatis, Sirosis Hepatis adalah kerusakan hati jangka panjang atau kronis yang
menyebabkan luka pada hati. Pada tingkat akhir penyakit, jaringan hati akan
rusak dan mati sehingga hati tidak dapat lagi menjalankan fungsinya. Diketahui
pula Sirosis yang terjadi ini merupakan efek jangka panjang dari penyakit
Hepatitis B kronis yang diderita Vini. penyakit yang selama bertahun-tahun sama
sekali tidak menimbulkan gejala pada Vini, sesuatu yang jarang sekali terjadi.
Pengaruh gaya hidup yang tidak sehat Vini
menyebabkan penyakit Hepatitisnya semakin menggerogoti hatinya yang pada
akhirnya menyebabkan Sirosis. Dengan keadaan yang sudah parah dan deteksi
penyakit yang sudah sangat terlambat, dokter memperkirakan harapan hidup Vini
hanya tinggal sebulan lagi. Untuk saat ini tidak ada obat untuk menyembuhkan
Sirosis, jalan satu-satunya untuk menyelamatkan nyawa penderita Sirosis Hepatis
adalah dengan transpaltasi Hati.
‘dok apa saya bisa sembuh?’ tanya Vini yang terkulai
lemas kepada dokter laki-laki yang memeriksanya.
‘tidak ada yang tidak mungkin Bu jika Tuhan sudah
berkehendak.’
‘tolong sembuhkan saya Dok, saya bisa bayar
berapapun yang dokter mau. Tolong Dok’
‘kami akan berusahan maksimal Bu.’ Diikuti senyum
dokter yang berusaha menenangkan hati Vini.
Pihak Rumah Sakit dan keluarga Vini segera
mencarikan donor untuk transpaltasi hati. Pertama dari orang terdekat Vini,
namun tidak ada yang cocok karena Vini bergolongan darah AB rhesus negatif
(AB-), golongan darah paling langka di Dunia karena persentasenya hanya 1% dari
total populasi. Pun dengan pihak Rumah Sakit, walau sudah menemukan beberapa
calon pendonor namun tak ada pendonor yang bergolongan darah sama dengan Vini.
Harapan terakhir hanya pada Alan, karena Alan sama-sama bergolongan darah AB-.
Orang tua Vini dan Saras sudah beberapa kali membujuk Alan untuk mendonorkan
sebagian hatinya, akan tetapi Alan tetap tidak bersedia. Ia takut jika hal ini
dapat mengancam keselamatan jiwanya. Semenjak Vini sakit Alan sudah tidak
pernah lagi menemui Vini, ia tidak pernah menemani Vini yang sedang dirawat.
Terakhir Alan bertemu Vini ketika Vini pertama kali dilarikan ke Rumah Sakit.
Hari ini hari ke-20 sejak dokter mengatakan harapan
hidup Vini hanya sekitar sebulan lagi. Perkiraan dokter nampaknya benar, di
hari ke-20 ini kesehatan Vini semakin memburuk bahkan Vini sempat mengalami
koma. Orang tua Vini dan Saras tak henti-hentinya berdoa dan berusaha mencari
pendonor yang cocok. hingga akhirnya di hari ke-23 pertolongan itu datang, ada
seseorang yang tidak ingin diketahui identitasnya bersedia mendonorkan hatinya.
Operasi transpaltasipun dilakukan, salah satu lobus hati si pendonor
ditranspaltasikan ke tubuh Vini, setelah melewati 12 jam operasi akhirnya
operasi transpaltasi hati sukses dilakukan. Butuh waktu recovery setidaknya 6 bulan agar Vini dapat kembali beraktifitas
seperti semula.
*************
Beberapa hari setelah operasi. Vini masih terbaring
lemas.
‘Ras, orang tua gue bayar berapa buat orang yang
donorin hatinya buat gue?’ tanya Vini pada Saras.
‘ortu lu sama sekali gak bayar, dia gak mau
dibayar.’
‘baik banget orang itu. gue pengen banget ngucapin
makasih ke dia.’
‘udah lanjut istirahat aja, biar lu cepet sembuh.’
Saras langsung memotong pembicaraan Vini.
Satu bulan pasca-operasi tubuh Vini menjadi kurus,
ia tidak lagi secantik dulu. Ketika ia berbaring masih dengan selang infus yang
menempel di lengannya, ada bbm masuk dari Alan.
‘hi Vini, kayaknya hubungan kita berakhir sampai di
sini aja. Masih banyak mimpi-mimpi yang harus aku kejar yang nampaknya tidak
mungkin aku meraih mimpi itu bersama kamu, maafkan aku. Semoga kamu lekas
sembuh.’
Membaca itu Vini hanya bisa pasrah. Kemudian ia
mendongakkan kepala ke arah langit-langit kamar rumah sakit. Buliran-buliran
halus keluar dari matanya. Alan yang dulu sangat mencintainya kini begitu saja
meninggalkannya. Ada yang lebih ia sesali selain berakhirnya hubungan ia dengan
Alan, yaitu karena ia sudah menyerahkan benteng terakhir kehormatannya sebagai
perempuan kepada Alan. Selama setahun berpacaran dengan Alan, Alan sudah beberapa
kali mengajak Vini untuk melakukan itu, namun Vini selalu menolak. Hingga
akhirnya pada suatu malam setelah pulang dari diskotek Vini yang di bawah
pengaruh alkohol diantar pulang oleh Alan ke rumahnya di Ciputat, Vini awalnya
menolak namun karena Alan beberapa kali merayu dengan berjanji tiga bulan ke
depan ia akan melamarnya. Vini akhirnya menuruti permintaan Alan.
Hari ini tepat tiga bulan sejak kejadian itu,
bukannya Alan melamar Vini ia malah meninggalkan Vini di saat Vini sedang
berjuang untuk sembuh. Putus dengan Alan membuat Vini frustasi, sambil menangis
ia bercerita tentang semuanya kepada Saras. Sejak putus dengan Alan Vini mulai
malas makan dan meminum obat, rasa-rasanya Vini ingin segera mati saja.
Hidupnya sudah tidak berguna. Saras setiap hari mencoba untuk selalu menguatkan
hati Vini, ia selalu mengingatkan betapa besar pengorbanan orang tuanya untuk
melihat Vini kembali seperti dulu lagi, Saras juga selalu menasehati Vini bahwa
seberapa besarpun kesalahan kita di masa lalu jika kita bersungguh-sungguh
memohon ampunan, Allah akan mengampuni karena Dia Al-Ghafur, Maha Pengampun.
Usaha Saras berbuah manis, semangat hidup Vini
kembali tinggi. Vini kembali semangat untuk sembuh dan ingin segera melewati
masa recovery. 8 bulan berlalu Saras
sudah dinyatakan pulih, ia sudah selesai melewati masa recovery dan sudah bisa beraktifitas normal lagi, meskipun tidak
bisa normal seratus persen seperti dulu.
Saras sedang berkunjung ke rumah Vini, seperti biasa
Saras dan Vini mengobrol di taman belakang rumah Vini.
‘Ras gue tanya mama papa siapa orang yang donorin
hatinya buat gue kok mereka gak tau ya? Lu tahu gak orangnya?’
‘hmm emangnya kenapa Vin?’ Saras bertanya balik pada
Vini.
‘ya gue pengen lah ngucapin makasih, dia udah
nyelamatin hidup gue. Gue rela deh jadi istri dia kalo dia cowok, tapi kalo dia
cewek gue mau jadiin dia sodara gue.’
‘haha udah kayak dayang sumbi aja lu Vin.’
‘jadi siapa Ras orangnya? Kenalin ke gue please!’
pinta Vini dengan tatapan mata yang serius.
Saras bingung harus mengatakan apa, ia sudah
berjanji kepada si pendonor tidak akan memberi tahu identitasnya ke Saras.
Batin saras bergulat hebat, hingga akhirnya ia kalah dan dalam hati Saras
mengatakan ‘maafin gue, gue ingkar janji.’
Lalu Saras bercerita kepada Vini..
‘Waktu itu lu lagi koma Vin, menurut perkiraan
dokter hidup lu tinggal dua minggu lagi. Gue dan mama papa lu udah berusaha
maksimal buat nyari donor yang cocok buat lu, tapi gak ketemu-ketemu. Harapan
itu tinggal pada Alan, tapi ternyata Alan gak bersedia. Hingga akhirnya gue
inget pas SMA gue pernah satu PMR bareng Dirga, Dirga juga bergolongan darah
AB-. Dini hari itu juga gue hubungin Dirga lewat skype, gue nangis-nangis di
depan dia. Gue cerita tentang sakit yang lu derita. Dari layar laptop gue juga bisa
lihat Dirga netesin air mata pas dia tau lu kena Sirosis. Dirga langsung minta Medical Record lu, gue kirim softcopy-nya lewat email. Setelah baca Medical Record lu, dia baca semuanya
dari mulai golongan darah lu sampai ukuran hati lu. Dia langsung bilang ke gue
‘oke semuanya cocok’, dia malem itu juga pergi ke London. Besok paginya dia
balik ke Indonesia. Padahal lu tau ras? Seminggu lagi dia bakal sidang buat
spesialisnya....’
‘....................’ Vini masih terdiam. jiwa Vini
terguncang hebat, ia teringat tentang kenangan-kenangan bersama Dirga, tentang
kejahatan-kejahatan yang pernah ia lakukan terhadap Dirga. Tak terasa
tetesan-tetesan air mata mulai mengalir di pipi Vini.
‘Pas Dirga nyampe bandara, dia langsung ke Rumah
Sakit. Dia gak pulang ke Cilegon. Pas dia nyampe Rumah Sakit, dia cuma nemuin
gue. Dia gak nemuin orang tua lu. Dirga gak mau lu sampe tahu kalo yang donorin
hati buat lu itu Dirga. Makanya sebelum operasi dia bikin surat perjanjian di
atas materai antara dia sama pihak Rumah Sakit di hadapan notaris, isinya pihak
Rumah Sakit gak boleh ngasih tau identitas dia ke lu. kalo sampe Rumah Sakit
ngasih tau identitas dia ke lu pihak Rumah Sakit bersedia dituntut di
pengadilan. Dirga percaya sama gue, gue akan jaga rahasia ini karena gue gak
pernah bocorin rahasia apapun dari dulu. makanya dia gak bikin surat perjanjian
sama gue. Tapi hari ini gue terpaksa ingkar janji sama Dirga. Gue gak mau
selama hidup lu, lu membenci Dirga Vin.’
tetesan air mata Vini mengalir semakin deras, ada
bulir-bulir halus yang masuk ke relung hatinya. Benih-benih cinta kepada Dirga
mulai tumbuh di hati Vini.
‘Ras gue harus ketemu Dirga, gue mau peluk dia. Gue
mau nangis di pundaknya, gue mau minta maaf. Gue sayang sama dia Ras. Please temenin
gue ke Inggris nemuin dia.’ Ucap Vini kepada Saras dengan sangat menggebu-gebu.
‘kalo mau nemuin dia lebih baik sekarang Ras, dia
lagi balik ke Cilegon. Besok bakal balik lagi ke Inggris.’
Tanpa pikir panjang sore itu juga Vini dan Saras
menuju Cilegon, Saras mengemudi dengan sangat kencang. Jarak Tangerang Cilegon
hanya ditempuh dalam waktu satu jam. Pukul 17.15 mereka sampai di rumah Dirga.
‘assalamua’laikum.’ Saras dan Vini memberi salam
seraya menekan bel.
Beberapa saat kemudian seorang perempuan paruh baya
keluar dari dalam rumah.
‘waalaikumsalam. Eh ada Saras, masuk-masuk!’
Saras dan Vini masuk ke dalam rumah Dirga, mereka
bersalaman dengan ibunda Dirga.
‘ini siapa Ras?’ tanya Ibunda Dirga.
‘ini Vini tante, temennya Dirga juga.’ Jawab Saras
diikuti senyum Vini.
Dari dulu Dirga anak yang sangat tertutup, ia bahkan
tidak pernah bercerita kalau ia pernah menjalin hubungan dengan Vini dan
mendonorkan hatinya kepada Vini.
Ibunda Dirga mempersilakan Saras dan Vini untuk
duduk di ruang tamu, lalu ia ke dapur untuk mengambil minum dan beberapa
makanan ringan. Beberapa saat kemudian Ibunda Dirga datang dan menemani Vini
dan Saras duduk.
‘maaf tante, Dirganya mana ya?” giliran Vini
bertanya.
‘oh Dirga lagi keluar tuh, baru 15 menit yang lalu
keluarnya katanya dia mau ke Serang mau beli sesuatu. tapi ini dompetnya ketinggalan. Tante telpon gak
diangkat-angkat, tante bbm belum dibaca-baca juga. Paling bentar lagi juga
balik lagi ke rumah ambil dompetnya.’
Mereka bertiga mengobrol santai, lebih banyak
membicarakan seputar kegiatan Saras dan Vini selama ini. Di tengah obrolan ada
bunyi bbm masuk di handphone Ibunda
Dirga.
Ibunda Dirga membuka bbm, ternyata pesan broadcast.
‘telah terjadi kecelakan di jalan raya Cilegon-Serang antara Xenia bernopol A
3882 XW dengan truck trailer. Pengemudi Xenia tidak membawa identitas apapun ia
terluka cukup parah di bagian kepala, sekarang sedang dibawa ke RSUD Serang.
Bagi keluarga korban diharap untuk segera mendatangi korban. TOLONG SEBARKAN!’
Ibunda Dirga sangat terkejut dan panik, Xenia bernopol
A 3882 XW adalah mobil Dirga. Ia segera memberi tahu Saras dan Vini kalau Dirga
kecelakaan dan sedang dirawat intensif di RSUD Serang. Saras buru-buru
melajukan mobilnya menuju Serang. Terlihat sekali wajah cemas di antara mereka.
Menjelang isya mereka sampai di RSUD Serang, mereka segera mendatangi IGD dan
menanyakan kepada dokter tentang keadaan Dirga. Dokter menyarankan agar Dirga
secepatnya dirujuk ke RSCM Jakarta karena ada banyak serpihan-serpihan kaca
yang menancap di kepala dan sebagian tembus ke otak.
Malam itu juga Dirga langsung dirujuk ke RSCM,
ibunda Dirga, Vini, dan Saras ikut ke dalam Ambulance, dengan keadaan Dirga
yang masih tak sadarkan diri. Mereka tak henti-hentinya menangis dan berdoa
untuk keselamatan Dirga. Tepat di km. 30 jalan tol Jakarta-Merak, di tengah
guyuraan hujan yang sangat lebat. Dengan kepala yang diperban serta dialiri
darah segar, Dirga siuman. Ia menyadari kehadiran ibundanya, Vini dan Saras.
Melihat Dirga siuman.
‘bertahanlah Dirga! Bertahan..’ ucap Ibunda Dirga,
Vini dan Saras.
Dirga masih berbaring dan kesakitan, ia berusaha
mengatakan sesuatu. Dengan susah payah akhirnya ia berhasil berbicara.
Ia menatap mata Ibundanya dengan tatapan sayu.
‘maah maafkan Dirga selama ini, Dirga sayang
mama....’
Kemudian ia menatap Saras.
‘.....Saras, terima kasih atas bantuannya...’
Sekarang giliran Dirga menatap Vini.
‘...dan Vini.... aku mencintaimu.’ Diikuti senyum
dari bibir Dirga yang terlihat merah karena tetesan darah.
Lalu Ibunda Dirga, Vini, dan Saras menuntun Dirga
mengucapkan dua kalimat syahadat.
‘Ashadu an laa ilaa ha illa Allah wa ashadu anna
muhammad dar rasulullah.’
Beberapa saat kemudian, Dirga memejamkan mata untuk
selama-lamanya.
Tangis Vini pecah, ia memeluk Dirga yang sudah
terbujur kaku dan menangis sejadi-jadinya, pun dengan Ibunda Dirga dan Saras
yang tak kalah histeris. Malam itu malam yang penuh dengan kesedihan, alampun
seakan bersedih dengan hujannya. Dirga meninggalkan orang-orang yang
disayanginya, ia telah mengajarkan arti cinta kepada Vini. Selamat jalan Dirga.
Tamat.
Terima
kasih kepada:
1.
(bang) dr. Hafdzi Maulana, Alumni FK UNPAD
2.
Nisrina Fatin M., S.Ked., Alumni FK UIN Jakarta
3.
Nurbaiti Oktavia A., S.Ked., Alumni FK UNSRI
4.
Dinda Nisapratama, S.Ked., Alumni FK UI
5.
Syahri Choirrini, (calon) Alumni FKM UI
Yang
telah mendukung saya dalam menyelesaikan cerita ini.