Korupsi, penyakit moral
yang menyebabkan sebagian besar bangsa Indonesia menderita, penyakit ini harus
segera dibasmi sampai akar-akarnya. Andai saya menjadi ketua KPK dikemudian
hari saya akan menggunakan wewenang yang diberikan kepada saya untuk meberantas
korupsi dari akarnya terlebih dahulu, korupsi tidak akan pernah musnah dan
semakin menjamur jika akar korupsi belum diberantas dan dilumpuhkan dan serasa
akan sia-sia usaha KPK jika KPK hanya bertindak refresif (hanya mencari dan menangkap
koruptor) tanpa ada tindakan preventif. Beberapa akar korupsi yang paling
bahaya diantaranya adalah:
1. Budaya korupsi yang sudah mengakar di
Indonesia
2. Sistem pemerintahan yang bobrok
3. Hukuman bagi koruptor yang sangat ringan
Perlu kita ketahui,
korupsi tidak hanya dilakukan oleh penyelenggara pemerintahan, tetapi korupsi
juga sudah membudaya dan biasa dilakukan secara luas oleh masyarakat kita,
mengapa saya berkata demikian? Karena dalam kehidupan sehari-hari kita sudah
dibiasakan dan dibudayakan untuk melakukan korupsi contohnya yaitu di dunia
pendidikan, mahasiswa sering mengalami dosen yang asal-asalan mengajar dan
durasi mengajar yang senantiasa dikorup oleh sebagian dosen, ketika waktu
perkuliahan belum selesai dosen sudah mengatakan “perkuliahan cukup sampai
disini”, padahal waktu pembelajaran masih sangat lama dan anehnya mahasiswa
tidak merasa dirugikan malah merasa senang dengan perilaku dosen yang seperti
ini, itu artinya korupsi sudah dianggap biasa dan membudaya di sekitar kita.
Perlu langkah konkret dan berkesinambungan untuk menghilangkan budaya korupsi
ini, diantaranya KPK bisa membentuk divisi khusus pemberantasan budaya korupsi
di masyarakat, yang mana divisi ini bertugas secara langsung terjun di
masyarakat dan diberikan wewenang yang kiranya perlu untuk menghilangkan budaya
korupsi sesuai dengan kondisi masyarakat yang ada. contohnya KPK bisa memasukan
pelajaran anti-korupsi dalam kurikulum pendidikan, menggalakan iklan
anti-korupsi di media massa dan bekerja sama dengan masyarakat luas agar budaya
korupsi tidak berkembang dimulai dari setiap
keluarga. Setiap orang tua seyogyanya memberikan pendidikan moral dan
agama yang baik kepada anak-anaknya, karena korupsi itu dilarang dalam agama
dan harta hasil korupsi tidak akan pernah berkah untuk dinikmati.
Akar korupsi lainnya
adalah sistem pemerintahan yang bobrok, baik lembaga eksekutif, yudikatif
ataupun legislatif, mulai dari tingkat daerah sampai pusat, sistem adalah
kumpulan dari beragam komponen yang mempunyai fungsi berbeda akan tetapi untuk
tujuan yang sama, sistem pemerintahan berarti segala aspek yang berkaitan
dengan pemerintahan, baik peraturan maupun penyelenggara pemerintahan itu sendiri,
contohnya yaitu keboborakan birokrasi di Indonesia, sudah menjadi rahasia umum
jika dalam perekrutan PNS terjadi banyak kecurangan, sudah menjadi rahasia umum
jika selalu terjadi gratifikasi untuk para birokrat, menurut data yang ada akibat
kebobrokan birokrasi ini negara mengalami kerugian sekitar 30% dari total
anggaran APBN. Contoh dari kebobrokan sistem pemerintahan lainnya yaitu hukuman
bagi koruptor yang sangat ringan yang tidak mengakibatkan efek jera bagi
pelakunya.
Perlu adanya perbaikan sistem
dan regenerasi orang-orang “bersih” dalam pemerintahan. KPK bisa berperan besar
dalam memperbaiki sistem pemerintahan kita, KPK bisa mengajukan syarat yang
ketat dalam perekrutan calon birokrat dan diperkenankan melakukan pengujian
seberapa layak dan baik calon birokrat untuk mengisi post di pemerintahan
dengan kualifikasi yang telah ditentukan oleh KPK. Dan yang terakhir KPK dapat mengajukan
kepada DPR melalui Presiden untuk membuat UU yang salah satu isinya yaitu
menghukum koruptor seberat-beratnya, tanpa ada remisi bagi koruptor apapun
alasannya dan harus mengembalikan 2 kali lipat kepada negara dari jumlah uang
yang dikorupsi, KPK bisa mengajukan hukuman 1 tahun penjara bagi siapa saja
yang menggelapkan uang negara sebesar 10 juta rupiah dan berlaku kelipatan,
jadi jika ada koruptor yang terbukti menggelapkan uang negara sebesar 1 Milyar
maka hukumannya yaitu 100 tahun penjara, tanpa ada remisi dan koruptor harus
mengembalikan uang sebesar 2 Milyar kepada negara. Kekurangan hukum di
Indonesia salah satunya adalah hukuman maksimal hanya 20 tahun dan seumur hidup
kalaupun ada hukuman mati itu sangat jarang terjadi apalagi untuk pelaku
korupsi yang sama sekali belum pernah terjadi, tidak seperti di Eropa dan
Amerika yang mengadakan hukuman hingga ratusan tahun bagi para pelanggar hukum.
Jika ada koruptor yang divonis 100 tahun penjara tanpa remisi itu artinya
secara tidak langsung ada hukuman “mati” bagi koruptor di Indonesia, dan saya
yakin jika cara ini dilakukan InsyaAllah akan menimbulkan efek jera bagi
koruptor dan semua orang akan takut melakukan korupsi.